DARMA TIGA POHON CEMARA

DARMA TIGA POHON CEMARA

Di puncak suatu bukit tumbuh tiga anak pohon cemara. Ketiganya mempunyai cita-cita yang tinggi. Demikian awal sebuah dongeng beberapa ratus tahun yang lalu.

Pohon pertama berkata, "Kalau aku sudah besar, aku ingin ditebang lalu dijadikan sebuah peti penyimpan harta karun. Aku akan berada di istana yang megah. Tugasku nanti menyimpan intan, berlian, ukiran emas, dan perhiasan yang bagus dan mahal."

Pohon kedua berkata, "Aku ingin dibuat menjadi kapal, ya sebuah kapal pesiar yang besar dan bagus. Kapal itu nanti digunakan oleh para saudagar kaya berlayar ke mancanegara."

Pohon ketiga berkata, "Cita-citaku berbeda. Aku tidak ingin ditebang. Aku tidak ingin dijadikan apa-apa. Aku ingin terus berdiri tegak menjulang tinggi ke langit di atas bukit ini, supaya tiap orang yang memandang aku akan menengadah dengan rasa kagum."

Begitulah ketiga anak pohon cemara itu tumbuh menjadi pohon yang tinggi dan besar. Lalu pada suatu hari datanglah seorang tukang kayu menebang pohon pertama. Pohon itu melonjak kegirangan, "Aku akan dijadikan peti harta karun!" Tetapi, apa yang terjadi? Ternyata pohon itu dibuat menjadi palungan tempat makanan ternak. Pohon ini merasa sangat kecewa la tidak berada di istana, tetapi sebuah kandang hewan.

Kemudian tukang kayu itu menebang pohon kedua. Pohon ini cemas-cemas girang. "Moga-moga aku dibuat jadi kapal pesiar. Eh ternyata betul Pohon ini dibuat kapal Bukan main girangnya dia. Tetapi, tunggu dulu, kapal apa ini? Ini bukan kapal pesiar Ini kapal nelayan yang sederhana. Pohon ini merasa kecewa. Tiap hari mengeluh, "Aku jadi bau ikan!"

Setelah itu, tukang kayu tadi naik lagi ke bukit. "Oh, jangan tebang aku," jerit pohon ketiga. Tetapi, jeritannya tidak terdengar Pohon ketiga itu pun ditebang. Apa yang diperbuat oleh tukang kayu dengan pohon ini? Pohon ini tidak dijadikan apa-apa, Ternyata ia hanya dijadikan balok yang besar, lalu disimpan di gudang.Itulah nasib ketiga pohon tadi. Tidak ada satu pun yang cita-cita nya terkabul. Mereka kecewa, sangat kecewa.

Lalu pada suatu malam, pohon pertama yang menjadi palungan di suatu kandang melihat kesibukan yang tidak biasa. Ada seorang ibu muda menginap dan melahirkan di kandang itu. Lalu bayi itu diletak kan di palungan. Pohon pertama itu merasakan sendiri hangatnya bayi itu. Lalu pohon itu melihat sinar sebuah bintang besar menyoroti dirinya. Terdengar pula nyanyian malaikat. Luar biasa, Siapa gerangan bayi ini?

Sekitar tiga puluh tahun kemudian, pohon kedua yang sudah menjadi kapal nelayan juga mendapat pengalaman yang istimewa. Ketika ia sedang berlabuh di tepi pantai, ia mendengar seorang guru mengajar orang banyak dengan penuh wibawa. Kemudian guru itu dengan dua belas murid-Nya naik ke kapal. Di tengah pelayaran tiba tiba angin topan bertiup kencang. Kapal itu dihempas oleh ombak tinggi kan kemari. "Pasti aku hancur dan tenggelam," pikir pohon kedua ini. Tetapi tiba-tiba guru itu berdiri dan berperintah, "Tenang!" Lalu ombak dan angin pun tenang Luar biasa. Siapa gerangan guru itu?

Beberapa tahun kemudian, pohon ketiga yang disimpan sebagai balok di gudang itu, tiba-tiba dikeluarkan oleh tukang kayu "Mau diapakan aku ini?" pikir pohon itu. Ternyata balok itu dijadikan sebuah salib yang besar. Lalu salib itu dipikul oleh seorang lelaki yang kepalanya dipasangi duri sehingga berlumuran darah. Salib itu dipikul selangkah demi selangkah menaiki sebuah bukit. Di atas bukit itu, pohon ketiga itu ditancap. Lalu orang tadi diikat dan dipaku pada pohon itu. Pohon itu merasakan tetesan darah-Nya. Langit menjadi gelap dan mencekam. Lalu semua orang yang lewat di bukit itu bertelut di depan pohon ketiga itu. Mereka menengadah ke langit dengan penuh khidmat. Luar biasa. Siapa gerangan orang ini?

Kalau sekarang ketiga pohon itu berkumpul dan saling mencerita kan pengalaman, pasti cerita mereka menarik. Mereka bercerita bahwa mula-mula mereka merasa sangat kecewa karena cita-cita tidak terkabul. Tetapi sekarang mereka justru merasa bangga dan bersyukur bahwa cita-cita itu tidak terkabul, sebab apa yang terjadi adalah justru lebih bagus daripada cita-cita semula.

Pohon pertama semula ingin menjadi tempat yang berisi harta karun, tetapi kemudian ia malah menjadi tempat yang berisi harta yang jauh lebih bernilai, yaitu bayi Kristus, penjelmaan Allah.

Pohon kedua semula ingin menjadi kapal yang mengangkut saudagar, tetapi kemudian ia malah menjadi kapal yang mengangkut Kristus, Guru yang Agung.

Pohon ketiga semula tidak ingin ditebang supaya orang kagum melihat dia menjulang tinggi di atas bukit. Benar, sekarang ia berdiri di bukit, bukan sekadar sebagai sebatang pohon, melainkan sebagai salib lambang karya Kristus, Juruselamat.

Cita-cita ketiga pohon cemara itu telah dimodifikasi atau diubah menjadi jauh lebih bagus daripada rencana semula. Perubahan itu mula-mula mengecewakan, tetapi kemudian setelah mereka mengerti kebaikan di belakang perubahan itu mereka jadi merasa bersyukur Sebab, ketiga pohon itu telah berdarma bagi Kristus.

Kita mempunyai cita-cita. Kita berupaya dan bekerja keras untuk mencapai cita-cita yang diinginkan itu. Tetapi, cita-cita itu belum tentu terkabul. Bisa jadi di tengah perjalanan terjadi perubahan dan rancangan semula. Akibatnya, kita bisa menjadi kecewa. Tetapi, bisa jadi perubahan itu sebetulnya justru akan mendatangkan kebaikan bagi kita. Bisa jadi Tuhan sedang bekerja mengubah rancangan kita Sebab, Tuhan pun mempunyai rancangan dengan hidup kita masing-masing. Tuhan mempunyai rencana yang indah untuk hari depan kita. Hanya saja kita belum mengetahui dan belum bisa memahami rancangan Tuhan atas diri kita.

Kalau ketiga pohon cemara itu bisa membaca buku Mazmur, mereka akan mengaku seperti kata pemazmur, "Betapa besar pekerjaan-pekerjaan-Mu, Ya TUHAN, dan sangat dalamnya rancangan-rancangan-Mu" (Mzm. 92:6).

Pdt. Andar Ismail

(Disadur dari buku Selamat Berkarya)


JADIKAN ALAM SEBAGAI SAUDARA KITA

JADIKAN ALAM SEBAGAI SAUDARA KITA


Saya ingin mengajak Anda merenungkan kualitas hidup kita. Saya ajak Anda merenungkan Roma 8:18-23. Di situ Alkitab berbicara mengenai kualitas hidup kita sekarang ini. Kualitas hidup yang tidak dikehendaki Allah. Kualitas hidup yang harus kita ubah, kita perbarui, kita rombak.

Roma 8:22 mengatakan, "bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin". Sakit yang teramat sangat! Semua makhluk sama-sama mengeluh. Seluruh ciptaan mengerang kesakitan. Itulah yang Tuhan katakan mengenai kualitas kehidupan sekarang ini.

Bukan cuma manusia yang mengeluh. Tanah atau bumi juga sedang mengerang. Orang yang baru pulang dari tur ke Israel berkata kepada saya. "Bagaimana mungkin Israel yang gersang begitu kok disebut oleh Alkitab sebagai tanah yang subur. Limpah dengan susu dan madu?" Memang itu yang terjadi. Tanah Palestina dulu pasti subur. Tetapi sekarang jumlah tanah yang subur semakin berkurang. Banyak yang dulunya hutan lebat, sekarang cuma gurun pasir. Gurun Sahara itu, setiap tahun batasnya ber geser, bertambah sekitar 1½ meter.

Air juga mengerang kesakitan. Sungai-sungai mengerang karena dicemari limbah pabrik dan sampah manusia. Laut mengerang, karena kapal-kapal tanker menumpahkan entah berapa juta galon minyak mentah setiap tahun, Krisis paling besar yang akan dihadapi manusia dalam beberapa tahun mendatang adalah krisis air minum. Di Jakarta sekarang ini rembesan air laut sudah mencapai daerah Monas. Air PAM di daerah saya hitam dan keruh. Air sudah mengerang. Di samping air, kini udara juga mengeluh. Kalau Anda dari ketinggian melihat kota Jakarta. Anda akan melihat kota ini seolah-olah tertutup kabut Padahal bukan kabut. Itu adalah debu atau partikel-partikel kecil yang berasal dari asap pabrik dan asap mobil yang sekarang mengurung kita. Setiap kali kita bernafas, partikel-partikel itulah yang masuk ke paru-paru kita.

Lalu kita membaca bahwa lapisan ozon di atmosfer sekarang ini bolongnya makin besar Lapisan ozon adalah lapisan yang menyaring dan melindungi kita dari radiasi sinar matahari. Jadi, kalau lapisan ini bolong, kulit kita akan kena radiasi, dan konon ini akan menimbulkan kanker kulit. Karena bolong, maka bumi juga makin panas. Karena bumi makin panas, es di kutub mencair. Karena es mencair maka permukaan air laut naik. Karena permukaan air laut naik, beberapa negara kepulauan di Pasifik dikuatirkan akan tenggelam dalam 10-20 tahun ini. Tanaman dan binatang juga mengerang. Sekarang ini, rata-rata ada 20 spesies atau jenis makhluk yang musnah setiap detik Bayangkan saja 20 setiap detik!

Ini adalah gambaran kecil tentang kehidupan kita sekarang. Mengerikan! Semua makhluk mengeluh! Seluruh alam mengerang! Saya minta hal ini kita tanggapi dengan serius. Mengapa? Karena yang merusak itu sebenarnya adalah tangan manusia. Kalau yang rusak itu kursi, bisa kita perbaiki. Kalau yang ambruk itu rumah, bisa kita bangun kembali. Tetapi kalau alam ini yang rusak, sulit sekali untuk memperbaikinya. Mungkin malah tidak bisa kita perbaiki lagi.

Enak sajakan, kita menebang pohon. Dalam beberapa menit pohon tumbang. Tetapi sadarkah kita, berapa puluh atau berapa ratus tahun untuk memperoleh kembali pohon seperti yang kita tebang itu? Atau, kalau satu spesies lenyap, bagaimana kita bisa menciptakannya lagi? Ember bocor bisa kita tambal Kalau lapisan ozon bolong, bagaimana kita menambalnya?

Padahal itulah yang terus kita kerjakan. Setiap kali kita pasang AC, setiap kali kita pakai hair spray, menyebabkan lapisan ozon itu bolong. Setiap kali kita naik mobil, udara kita menjadi kotor. Setiap kali kita buang sampah ke sungai, atau buang bungkus plastik ke tanah, membuat bumi kita ini tercemar.

Dosa manusia modern yang paling besar adalah karena manusia tidak punya rasa hormat lagi terhadap alam. Berbeda dengan nenek moyang kita dulu. Beberapa suku Indian di Amerika Selatan, suku Maya dan Inca, mempunyai kebiasaan, yaitu sebelum mereka memetik sayur atau menebang pohon, mereka berdoa dulu. Apa isi doa mereka? Mereka minta maaf, karena mereka terpaksa harus melukai atau menyakiti alam. Kita? Kadang-kadang hanya karena iseng, sambil jalan, 'tes' kita potes pohon atau bunga.

Saya tentu tidak menganjurkan agar kita kembali menyembah pohon atau batu seperti nenek moyang kita itu. Tetapi kita perlu menumbuhkan lagi rasa sayang dan hormat kita kepada alam, rasa satu kita dengan alam. Sebab, kalau alam ini mati, kita juga mati. Hanya dengan memelihara alam ini dengan sebaik-baiknya, maka kita menyatakan rasa tanggung jawab kita kepada anak dan cucu kita. Di televisi kita sering membaca bahwa "alam ini bukanlah warisan nenek moyang kita, tetapi titipan anak dan cucu kita".