PATHOS, BUKAN A-PATHOS!

PATHOS, BUKAN A-PATHOS!

Dibaca secara sepintas, perikop 2 Korintus 8:1-15 tampaknya ber bicara tentang kekayaan. Uang dan kekayaan memang menarik untuk dibicarakan dan dipelesetkan. Ada beberapa pelesetan tentang orang kaya, misalnya OKB: Orang Kaya Baru; OKD: Orang Kaya Dadak an; OKP: Orang Kaya Proyek; dan yang paling banyak seperti kita semua, adalah OKM: Orang Kaya Monyet. Ada juga pelesetan "Kaya Seven Up", artinya 'kaya tujuh turunan anak dan cucu'. Bahkan kita pun mempunya pelesetan KGB. Bukan hanya di Moskow, tetapi juga di Jakarta ada KGB: Kaya Gara-gara Babe.

Memang benar di sini Rasul Paulus berbicara tentang uang dan kekayaan. Ketika itu ia sedang berada di Makedonia, sebuah daerah pedalaman yang miskin. Tetapi, ternyata orang Makedonia yang miskin memberikan banyak bantuan uang kepada gereja di Yerusalem. Meli hat keadaan ini Paulus terdorong untuk menulis surat kepada warga gereja di Korintus. la menulis, "... kami hendak memberitahukan kepada kamu tentang... jemaat-jemaat di Makedonia ... meskipun me reka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan... mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan" (ay, 1-5). Korintus sebenarnya bukan bandingan Makedonia. Korintus adalah kota besar. Korintus adalah titik temu jalan perdagangan darat utara-selatan di Provinsi Akhaya. Lagi pula Korintus adalah kota pelabuhan. Penduduknya makmur. Di Korintus hanya ada 200 ribu penduduk, tetapi di situ ada 600 ribu tenaga pelayan. Bandingkan rasionya, yaitu 1:3. Untuk satu orang tersedia tiga pelayan. Orang Korintus memang makmur.

Akan tetapi, walaupun warga gereja Korintus makmur, mereka kurang suka memberi bantuan kepada gereja di Yerusalem. Mereka kurang perhatian terhadap gereja lain. Gereja Korintus hanya sibuk dengan urusan diri sendiri. Yang mereka sibuki adalah persoalan rebutan kedudukan pemimpin, ada dari golongan Paulus, atau go longan Apolos, atau golongan Kefas. Yang juga mereka sibuki adalah persoalan makanan sembahyang, persoalan tutup kepala perempuan dalam ibadah, persoalan bahasa lidah dan sebagainya. Singkatnya, yang mereka sibuki hanyalah urusan internal.

Kalau tentang urusan menyokong gereja lain mereka kurang peduli. Oleh karena itu, Paulus menegur secara halus, "Memang sudah sejak tahun yang lalu kamu mulai melaksanakannya dan mengambil keputusan menyelesaikannya juga. Maka sekarang, selesaikan jugalah pelaksanaannya itu!" (ay. 10-11).

Sekali lagi, memang benar di sini Rasul Paulus sedang bicara ten tang uang. Tetapi sebetulnya, di balik kalimat-kalimatnya tersirat satu pokok bahasan yang jauh lebih dalam. Di sini Paulus sedang mendidik dan mengubah gaya hidup orang Korintus. Ia mengajar, "... hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini" (ay. 7).


Rasul Paulus di sini sedang mengajar, sebab ia sendiri baru saja belajar sesuatu dari orang-orang Makedonia, "... meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan" (ay. 2). Paulus mengajar orang Korintus supaya bercermin pada gaya hidup orang orang Makedonia Orang-orang Makedonia miskin dalam hal harta, namun kaya dalam kemurahan. Sebaliknya, orang Korintus kaya dalam harta, namun miskin dalam kemurahan. Di Makedonia ada kasih Di Korintus kebalikannya. Apa itu kebalikan dari kasih?

Kita cenderung beranggapan bahwa kebalikan dari kasih adalah benci. Tetapi, benarkah itu? Benarkah gereja Korintus membenci gereja lain? Sama sekali tidak! Lawan kata kasih bukanlah benci

Psikoterapis Rollo May dalam bukunya Love and Will menulis, "Hate is not the opposite of love, apathy is." Lawan kata kasih bukanlah benci, melainkan apati atau a-pathos. May menjelaskan, "Apathy is a state of feelinglessness... affectlessness, lack of passion... indifference, it is a withdrawal of feeling, it may begin as playing it cool... unconcerned, unaffected... uninvolved." A-pathos adalah ketiadaan perasaan atau miskin rasa terhadap orang lain. A-pathos tumbuh secara bertahap mulai dari sikap yang tampaknya innocent (tidak apa-apa) seperti sikap cuek, tetapi kemudian bisa bertumbuh menjadi perbuatan kejam dan destruktif.

A-pathos bisa muncul dalam pelbagai bentuk yang berbeda beda. Seseorang membunuh dengan darah dingin, itu fenomena a-pathos. Seorang ayah menggebuk anaknya hanya karena anak itu mengucapkan kritik, itu contoh a-pathos. Akibatnya, anak itu bisa menjadi a-pathos, bahkan semua anak lain akhirnya menjadi a-pathos. Seseorang menggunakan kekuasaannya secara berlebihan dan gan drung melanggengkan kekuasaannya, itu bisa jadi gejala a-pathos yang kemudian menimbulkan sikap a-pathos pada orang-orang lain.

A-pathos adalah ketiadaan perasaan atau miskin rasa terhadap perasaan orang lain. A-pathos timbul ketika orang hanya merasakan perasaan diri sendiri. A-pathos bisa bervariasi mulai dari perilaku pasif, introver, dan isolasi diri sampai ke perilaku beringas, agresif, dan sadis. A-pathos bisa muncul dalam rupa-rupa wujud: cuek, menyendiri, masa bodoh, acuh tak acuh; kemudian bisa berkembang menjadi hilang rasa peduli, keterasingan, serakah, gila kekuasaan, represi, eksploitasi, dan dominasi. A-pathos tampak dalam gaya hidup kenyang sendiri, maju sendiri, menang sendiri, enak sendiri, pintar sendiri, benar sendiri Rasul Paulus mensinyalir gejala a-pathos itu pada warga gereja Korintus. Gereja Korintus bukan membenci gereja lain, tetapi gereja Korintus a-pathos kepada gereja lain. Gereja Korintus kaya harta, tetapi miskin rasa. Sebab itu, Paulus mendidik, "Hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih" (ay. 7).

Gejala a-pathos tentunya bukan khas Korintus, melainkan bisa terdapat pada siapa saja. Sebuah pemerintah bisa menjadi a-pathos, begitu juga rakyatnya. Agama bisa menjadi a-pathos. Gereja bisa menjadi a-pathos. Mungkin sinyalemen Rasul Paulus itu juga berlaku untuk gereja-gereja kita. Kita mengaku diri anggota-anggota satu tubuh. Kita bertemu. Kita berjabat tangan. Tetapi sesudah itu? Kita bersikap a-pathos lagi.

Gejala a-pathos, itulah pokok bahasan yang tersirat dalam per kop Rasul Paulus ini. A-pathos yaitu miskin perasaan, miskin afeks miskin pelayanan kasih. Karena itu, Paulus mengajarkan gaya hidup yang sebaliknya, yaitu kaya pathos: kaya perasaan, kaya afeksi, kaya pelayanan kasih. Kata Paulus, "Hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih."

Pdt. Andar Ismail

(Disadur dari buku Selamat Berkarya)