REFORMASI, BERTOBAT DAN LAHIR KEMBALI

REFORMASI, BERTOBAT DAN LAHIR KEMBALI

 

Suami itu bertahun-tahun pergi tanpa kabar menelantarkan istri dan dua anak berusia SD. Pada suatu hari ia pulang. Minta ampun. Menangis tersedu-sedu dan memelas, "Aku bertobat...... Betulkah itu pertobatan?

Di gereja. Pemuda jangkung itu maju ke mimbar menerima panggilan bertobat. la langsung berlutut. Wajahnya sayu. Pendeta berdoa dengan berapi-api. Lalu pendeta menegaskan, "Saudaraku, hari ini engkau lahir kembali!" Ayah dan ibu pemuda itu duduk di baris depan. Ibunya sejak tadi terisak-isak. Umat khusyuk mendukung dengan doa. Ibadah lahir kembali itu pun usai. Betulkah itu lahir kembali?

Dalam ilmu teologi, bertobat dan lahir kembali mengandung arti dasar yang sama dengan reformasi.

 Akar kata Latin reformasi adalah re yang berarti 'kembali', dan forma yang berarti 'bentuk'. Kata re bukan hanya berarti mengulang seperti dalam refrein (bagian yang diulang) atau redesain (rancangan ulang), melainkan terutama berarti kembali, pulang, atau balik, misalnya pulang kembali ke rumah.

Kata re menunjuk pada sebuah arah, tempat, atau sumber dari mana kita berasal.

Mereformasi diri berarti kita kembali pada sumber dan asal diri kita. Mereformasi gereja berarti bahwa gereja pulang kembali ke sumbernya. Nah, apakah sumber dasar diri kita? Apakah sumber dasar gereja?

Sumber dasar kita adalah citra Allah. Kita diciptakan "menurut gambar dan rupa Allah" (Kej. 1:26-27). Artinya, supaya kita tiap hari mendatangkan kemuliaan bagi Allah dan kesejahteraan bagi sesama ciptaan.

Sumber dasar gereja adalah diri dan karya Yesus. Artinya, supaya gereja tiap hari menjumpai dan menyapa orang-orang dari segala lapisan tanpa pembedaan berdasarkan apa pun.

Itu teorinya. Praktiknya beda. Oleh sebab itu, tiap hari kita perlu pulang kembali ke sumber dasar. Dengan kata lain, kita perlu reformasi. Lebih jelas lagi, kita perlu bertobat.

Langsung timbul soal: Apa artinya bertobat? Bertobat merupakan pengertian yang rumit dan kompleks. Pengertiannya tidak bisa dijelaskan dengan satu kata atau satu perbuatan saja. Oleh sebab itu, Yesus memakai beberapa ungkapan kiasan supaya tiap kiasan itu memperlihatkan sebuah segi tertentu.

Pertama, bertobat adalah ibarat ganti hati dan ganti otak. Ini terjemahan kasar dari metanoia. Di Lukas 17:3 diterjemahkan menjadi "menyesal". Terjemahan wajarnya adalah 'berubah hati' atau 'berubah iktikad'. Artinya, bertobat adalah ibarat mengganti seluruh isi perasaan dan pikiran kita.

Kedua, bertobat adalah ibarat lahir kembali atau lahir ulang. Ini terjemahan harfiah dari palin-genesia. Di Matius 19:28 diterjemahkan menjadi "penciptaan kembali". Artinya, bertobat adalah ibarat bayi yang sudah lahir, namun berubah total menjadi bayi yang berbeda.

Ketiga, bertobat adalah ibarat lahir dari atas. Ini terjemahan harfiah dari anothen-genesia. Di Yohanes 3:3 dan 7 diterjemahkan menjadi "dilahirkan kembali". Artinya, pertobatan bukanlah prestasi seseorang, melainkan hasil pekerjaan Roh Kudus.

Lahir dari atas berarti lahir dari Allah atau dengan bantuan Allah. Mustahil kita bisa bertobat sendiri tanpa bantuan dari Allah. Bertobat itu susah. Kita mau bertobat, tetapi gagal. Kita mau lagi lalu gagal lagi.

Bertobat adalah minta pertolongan Allah, meminta Dia mengubah kebiasaan lama alias lagu lama kita menjadi lagu baru. Pemazmur meminta pertolongan itu dan memperolehnya. Tertulis, "la mengajar aku menyanyikan lagu baru..." (Mzm 40:4, BIMK). Pertolongan Allah dalam pertobatannya itu telah mengubah nasibnya. Semula ia terperangkap dalam "lumpur rawa" kemudian ia bisa melangkah mantap "di atas bukit batu". Tulisnya, "la menarik aku dari lubang yang berbahaya, dari lumpur rawa. la menempatkan aku di atas bukit batu, sehingga langkahku mantap" (ay. 3).

Itu tiga ungkapan kiasan yang dipakai oleh Yesus untuk menjelaskan arti kata bertobat. Ketiga ungkapan Yesus itu sebetulnya mengacu pada sebuah kiasan yang sudah lama tertulis di Perjanjian Lama, yaitu berputar haluan atau berputar arah. Ini terjemahan harfiah dari kata syub. Di Yesaya 10:21 diterjemahkan menjadi "kembali... bertobat di hadapan Allah".

Meskipun tiap ungkapan tadi menunjukkan sebuah segi yang masing-masing berbeda, semua ungkapan itu pun mengandung sebuah dimensi yang sama. Dimensi itu adalah bahwa bertobat merupakan kejadian yang bersifat total atau menyeluruh. Bertobat bukan hanya menyangkut bagian luar, melainkan juga seluruh isi sampai bagian yang terdalam. Bertobat atau lahir kembali bukan hanya terjadi pada suatu hari, melainkan setiap hari secara terus menerus.

Mengapa begitu? Oleh karena motivasi bertobat bukanlah untuk memperoleh sesuatu yang bersifat sesaat, melainkan karena kita sudah memperoleh itu secara terus-menerus. Yesus berkata, "Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!" (Mat. 4:17). Perhatikan kata sebab. Yesus bukan berkata "supaya Kerajaan Surga dekat", melainkan "sebab Kerajaan Surga sudah dekat".

Kerajaan Surga atau Kerajaan Allah adalah kehidupan sehari-hari yang dirajai oleh Allah, yang mematuhi kehendak Allah, yang didasarkan pada keselamatan dan pengampunan. Lihat Ucapan Bahagia Yesus di Matius 5 tentang siapa "yang punya Kerajaan Surga".

 Kata "sebab" mengoreksi pandangan kita yang sering berang gapan "supaya". Kita sering menganggap perlu bertobat supaya mendapat pengampunan dan selamat, padahal menurut Yesus kita bertobat karena kita sudah diampuni dan diselamatkan dengan datangnya Kerajaan Allah dalam diri-Nya.

 Untuk mempertajam ketegasan itu, Calvin mengubah susunan kalimat Yesus tadi menjadi, "Oleh karena Kerajaan Surga sudah dekat, bertobatlah!" (Institutio III.iii, 1-2).

Oleh karena kita sudah diampuni dan diselamatkan, justru sebab itu kita perlu bertobat dan lahir kembali terus-menerus. Oleh karena gereja sudah dibarui, justru sebab itu gereja perlu bertobat dan direformasi terus-menerus.

Jadi, apakah suami di sinetron tadi sudah bertobat? Idem pemuda jangkung di gereja tadi? Sudah ataukah belum? Jawabnya, sudah dan belum! Sudah, sebab ia sudah melangkah. Belum, sebab langkahnya baru satu langkah. Padahal, bertobat terdiri atas seribu langkah.