TITANIC TERNYATA TENGGELAM
Mendengar kata
teknologi orang biasanya membayangkan peralatan canggih yang serba modern.
Perkataan itu sendiri baru populer pada abad ke-18. Namun, kata tekne dan logos
sudah digunakan tiga ratus tahun sebelum Masehi dalam tulisan Sokrates. Lagi
pula sebenarnya teknologi sudah dipraktikkan orang dari zaman dulu. Apa itu
teknologi? Batang kayu adalah benda alam. Ketika batang kayu itu dikerjakan
sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah perahu untuk menyeberangi danau, batang
kayu itu telah berubah dari benda alam menjadi benda hasil karya teknologi.
Sebuah mobil harganya mahal. Bahan baku
utama mobil itu adalah sekian ratus kilo besi. Sebenarnya, harga sekian ratus
kilo besi jauh lebih murah daripada harga mobil itu. Katakanlah harga bahan
bakunya itu hanya 1/10 dari harga mobil. Sisa harganya, yaitu 9/10 kita bayar
untuk teknologi mobil tersebut.
Dari dua contoh itu tampak arti
teknologi. Teknologi adalah kemampuan mengolah dan membuat benda atau bahan
menjadi alat yang berdaya guna untuk maksud tertentu. Jelas, teknologi sangat
berguna untuk kehidupan. Apa jadinya hidup kita tanpa teknologi pengobatan.
Akan tetapi, pada pihak lain, teknologi bisa juga mengancam hidup, misalnya
limbah akibat teknologi nuklir atau kemusnahan akibat teknologi perang.
Teknologi bisa menghidupkan dan juga bisa mematikan. Lepas dari dampak
menghidupkan atau mematikan, sebuah karya teknologi dapat membuat orang lupa
diri atau arogan alias takabur. Gejala takabur itu tampak dalam kecenderungan
menjadikan teknologi sebagai ukuran atau matra tunggal. Mutu rumah sakit hanya
diukur dari faktor teknologi, akibatnya faktor lain seperti kebersihan,
keramahan, dan kejujuran diabaikan. Kemajuan negara diukur hanya dengan
kemajuan teknologi sehingga demokrasi, keterbukaan, dan hak asasi
dikesampingkan.
Akibatnya, manusia
juga diukur dengan matra tunggal. Makna manusia melulu dianggap
sebagai sumber daya, yaitu sumber daya untuk teknologi. Pendidikan di sekolah
pun dipersempit dengan tujuan ke arah tunggal, yaitu menyiapkan tenaga untuk
teknologi. Pendidikan seperti ini memerosotkan naradidik yang sebenarnya adalah
subjek bermatra ganda dalam hidup yang berarah ganda menjadi objek yang
bermatra tunggal dalam hidup yang berarah tunggal.
Gejala takabur lain, misalnya, adalah
penganak-emasan teknologi dan menjadikannya sebagai proyek mercusuar. Ada
negara yang berhasil mengirim astronot ke ruang angkasa, padahal rakyatnya
harus antri berebut roti. Ada negara yang bisa membuat senjata nuklir, padahal
rakyatnya jadi gelandangan di tepi jalan. Ada negara yang punya program
mengekspor pesawat terbang, padahal untuk kebutuhan yang paling sederhana
seperti jagung dan keledai, cangkul dan jala ikan masih harus impor, itu pun
dengan meminjam uang dari negara lain.
Teknologi dapat membuat kita mempunyai
rasa yakin diri berlebihan (over-selfconfidence). Karena peralatan bedah di
rumah sakit begitu canggih, baik pihak rumah sakit maupun pihak pasien merasa
begitu yakin bahwa operasi jantung ini tidak mungkin gagal. Ternyata kuman
kecil di jari perawat menimbulkan infeksi. Akibatnya, pasien meninggal dunia
beberapa hari kemudian.
Rasa takabur dan
sombong ini tampak pada Raja Hosea dan para jenderalnya. Mereka baru berhasil
mengembangkan teknologi perang yang paling mutakhir untuk zaman itu, yaitu
kereta berkuda. Dengan peralatan canggih ini, yang tidak dimiliki pihak lawan,
raja yakin bahwa pertempuran tidak mungkin gagal. Beberapa tahun sebelum Raja
Hosea menjadi raja, arogansi ini sudah dinubuatkan Nabi Hosea (nama sama!),
ketika ia berkata, "Oleh karena engkau telah mengandalkan diri pada
keretamu, pada banyaknya pahlawan-pahlawanmu, maka keriuhan perang akan timbul
di antara bangsamu, dan segala kubumu akan dihancurkan..." (Hos.
10:13-14). Nabi menegur raja ketika raja lebih mengandalkan teknologi daripada
Tuhan. Ternyata teguran itu benar. Beberapa belas tahun kemudian negara hancur,
sebagaimana dicatat dalam 2 Raja-Raja 17.
Takabur akan
teknologi juga terjadi pada kasus kapal Titanic yang tenggelam pada tahun 1912.
Kapal itu dirancang dan dibangun selama beberapa tahun dengan
teknologi yang paling modern untuk zaman itu. Kapal ini adalah kapal yang
paling canggih peralatannya, paling kuat, paling cepat, paling besar, paling
bagus, dan paling mahal. Dengan penuh rasa yakin diri orang berkata,
"Kapal ini unsinkable. Kapal ini tidak bisa tenggelam." Akan tetapi,
ternyata pada pelayarannya yang pertama dari Southampten ke New York kapal ini
menyerempet gumpalan es lalu konstruksi dindingnya robek. Air masuk. Beberapa jam kemudian tubuh kapal ini pecah menjadi dua bagian.
Lalu, ia tenggelam ke dalam dasar samudra. Kisah nyata ini difilmkan secara
memukau oleh sutradara James Cameron. la menerangkan, "Saya ingin
memperlihatkan bahwa kekuatan manusia justru hancur oleh kelemahannya sendiri,
yaitu kesombongan dan keserakahan."
Perancang dan kapten
kapal ini tidak bisa percaya pada mata sendiri ketika melihat air masuk. Kapal
mulai miring. Makin lama makin miring. Semburan air masuk dari kanan dan kiri.
Penumpang menjerit dan berlarian kian kemari dengan ketakutan dan kepanikan. Di
tengah keributan itu perancang dan kapten kapal cuma terbisu dan terpaku. Tidak
mungkin! Tidak mungkin Titanic tenggelam! Akan tetapi, ternyata Titanic
tenggelam. Titanic hasil teknologi tertinggi. Titanic yang tercanggih, terkuat, terbesar, terbagus, tercepat, dan
termahal ternyata tenggelam. Titanic ternyata toh tenggelam. Trenyuh. Tragis.
Teramat trenyuh. Teramat tragis.