SIAPA YANG TIDAK PERNAH LETIH?

SIAPA YANG TIDAK PERNAH LETIH?

 

Siapa yang tidak pernah letih? Apa pun istilahnya, entah capek lelah, penat, payah, pokoknya energi habis terkuras.

Yang letih itu sebetulnya mental ataukah fisik kita? Kadang-kadang kita membedakannya. Misalnya kita berkata, "Tadi aku senang berolah raga selama satu jam. Badan capek. Tapi pikiran jadi segar." Kesan kita itu benar, namun sebetulnya yang letih adalah keseluruhan diri kita.

Tiap hari kita melakukan kegiatan mental yang menyangkut pikiran, perasaan, batin, atau watak. Selain itu juga kegiatan fisik yang menyangkut badan dan tenaga. Kedua jenis kegiatan itu berbeda, namun sebetulnya tidak terpisahkan sebab diri kita merupakan satu keutuhan.

 Kita bekerja sepanjang hari mengurus anak dan rumah tangga. Seluruh diri kita jadi letih. Kita terjebak kemacetan lalu lintas sehingga baru tiba di rumah pukul 9.00 malam, padahal biasanya pukul 7.00 malam. Seluruh diri kita letih.

Setiap hari selama beberapa jam saya berpikir sambil menghadapi buku dan kertas catatan. Saya tidak melakukan kegiatan fisik apa pun selain duduk Akan tetapi, seluruh diri saya jadi letih. Berpikir adalah pekerjaan yang sangat meletihkan.

Keletihan menjadi lebih terpicu jika kita dikejar waktu. Hanya tinggal setengah jam lagi makanan ini sudah harus selesai dimasak Hanya tinggal dua hari lagi laporan ini sudah harus beres. Kita jadi tegang. Akibatnya, kita tambah letih.

Sebenarnya, semua jenis pekerjaan ada tekanannya. Kita semua bekerja di bawah tekanan. Kalau bukan tekanan waktu, pasti ada tekanan mutu. Bukankah kita mau menghasilkan pekerjaan yang bermutu? Masakan kita bekerja dengan sikap, "Bagaimana nanti saja, tak soal apa tuntas apa tidak, tak soal apa mutunya bagus atau jelek, tak soal apa hasilnya rapi atau banyak salahnya." Serendah itukah konsep diri kita?

Tekanan dan ketegangan yang diakibatkannya selalu ada dalam hidup dan kerja kita. Yang perlu kita pertimbangkan bukanlah bagaimana kiat menghindarkan diri dari tekanan dan ketegangan, melainkan bagaimana menjalani dan mengatasinya.

Seorang pemazmur yang tidak diketahui nama dan zamannya, mungkin seorang berkedudukan tinggi yang dikelilingi banyak pembenci, mengatasi tekanan dari ketegangan pekerjaannya dengan berdiam diri di hadapan Allah. Ia mengaku, "Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab daripada-Nyalah harapanku" (Mzm. 62:6). Kata tenang itu dalam bahasa aslinya mengandung arti 'berfokus kepada Allah dengan cara mendiamkan diri'. la berbuat begitu karena yakin bahwa Allah adalah "harapan... gunung batu... benteng .... tempat perlindungan" (ay. 6-9)

Mendiamkan diri seperti itu untuk mudahnya bisa kita sebut beristirahat. Namun, yang dimaksud di sini bukan istirahat dalam arti bersantai, bermalas-malas, atau tidur-tiduran. Yang dimaksud adalah mendiamkan mental dan fisik kita untuk merasakan kehadiran Allah.

Cara dan saatnya tergantung diri kita masing-masing. Pokoknya, pada saat kita uring-uringan atau marah-marah karena tegang, gugup, dan sibuk, kita justru mendiamkan diri, misalnya pergi ke pojok seorang diri. Amati sekuntum bunga atau sepucuk daun. Rasakan kehadiran Allah yang membuat dan membarui tiap helai bunga atau daun-daun cukup tiga atau empat menit. Kita istirahatkan mental dan fisik kita Kita memfokuskan diri kepada Allah. Kita menghubungi Sang Sumber Kekuatan yang Lebih Tinggi

Kita begitu ingin menghasilkan yang terbaik. Oleh sebab itu, kita jadi letih. Mungkin kita berpikir, alangkah enaknya kalau kita bebas dari segala rasa letih sehingga selama 24 jam kita terus-menerus bugar Akan tetapi, rasa letih itu justru diperlukan sebagai peringatan supaya kita mengisi ulang baterai mental dan fisik kita. Dengan begitu, setia hari kita membarui diri.

Siapa yang tidak pernah letih? Yesus sendiri pun merasa letih. Tertulis, "Yesus sangat letih.." (Yoh 4:6). Terjemahan BIMK, "Yesus. lelah sekali" Perhatikan adverbia sangat dan sekali dalam ayat itu Jarang Alkitab memakai adverbia jenis kualitatif seperti itu, karena dalam narasi, penggunaan adverbia kualitatif perlu dihindari. Di sini penulis Alkitab memperlihatkan derajat keletihan Yesus

Oleh karena itu Yesus tahu bahwa kita pun letih. Pernah Yesus bersama para rasul-Nya begitu sibuk karena menghadapi khalayak ramai Yesus dan para rasul-Nya menjadi letih. Lalu Yesus mengajak para rasul-Nya untuk beristirahat

Jika seandainya pada saat itu kita berada di antara para rasul, Yesus pun tentu akan menyuruh kita ikut beristirahat Sambil menatap kita Yesus akan mengajak, "Marilah ke tempat yang sunyi supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika" (Mrk. 6:31).