SETIA DALAM PERKARA KECIL

SETIA DALAM PERKARA KECIL

Kita cenderung menghargai orang yang berjasa dalam tugas atau perkara yang besar. Orang yang melakukan perkara kecil biasanya disepelekan. Tetapi melalui perumpamaan dalam Matius 25:14-30 Tuhan Yesus justru menghargai orang yang setia dalam perkara kecil. Di situ diceritakan tentang tiga orang hamba yang diberi modal sebesar lima, dua dan satu talenta. Talenta memang merupakan pecahan mata uang yang besar, namun kalau jumlahnya hanya lima atau dua talenta, maka artinya menjadi kecil (bandingkan dengan jumlah utang sepuluh ribu talenta yang disebut dalam Mat. 18:24) Apalagi kalau mau dipakai sebagai modal, maka lima atau dua talenta sangat kecil artinya.

Akan tetapi, dua dari tiga hamba itu berhasil mengembangkan modal yang kecil ini. Lalu sang majikan memuji mereka sebagaimana diucapkan oleh Yesus di ayat 21 dan 23. Di sini Kerajaan Surga diumpamakan oleh Tuhan sebagai keadaan di mana orang yang setia menjalankan tugas yang kecil dihargai dan dipuji.

Berbicara tentang setia dalam memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, saya jadi teringat akan Pdt. Titus Yansaputra, teman sekelas dan seasrama di Sekolah Teologi Balewijoto Malang selama enam tahun, yang kini sudah meninggal dunia. Dibandingkan dengan rekan-rekan pendeta lain, agaknya Yansaputra tergolong "pendeta kecil". la bukan pendeta yang suka keliling ke sana kemari memimpin kebaktian kebangunan rohani sehingga namanya terkenal. Wajahnya tidak pernah muncul di TV, suaranya tidak pernah terdengar di radio, dan namanya tidak pernah tertera di koran.

Di sekolah pun Yansaputra cenderung agak pemalu dan pendiam la tidak suka menonjolkan diri. Prestasi akademisnya biasa-biasa saja. la termasuk mahasiswa berpredikat antara Charlie dan Beta. Tetapi, ia bersahabat dengan mereka yang berprestasi Alfa. la bukan seorang pengiri, la bisa berdamai dengan dirinya. Di asrama, ia disukai semua orang.

Karakter Yansaputra yang mencolok adalah kesetiaannya. Sampai jauh malam ia terus menekuni tugas dari para guru. Semua itu dikerjakannya dengan tenang dan senang. Tidak pernah ia menggerutu kalau ada dosen yang memberi tugas terlalu banyak. Semua tugas dilaksanakannya dengan tuntas. Tulisannya rapi. Tidak pernah saya melihatnya terburu-buru supaya cepat terbebas dari tugas. Tenang, tekun, rapi, akurat, lengkap, tuntas, dan setia. Itulah keunggulannya. la setia pada perkara kecil.

Setamat sekolah, Yansaputra menjadi pendeta jemaat GKI Banjar dan Ciamis. Kemudian ia bermutasi ke Indramayu. Dari situ ke GKI Halimun Jakarta. Semua jemaat itu termasuk kategori jemaat kecil. Ternyata di jemaat pun kepribadian Yansaputra tetap konsisten: tidak suka menonjol tetapi tekun dan rapi melaksanakan tugasnya. Selama 33 tahun ia melayani gereja pada tingkat akar padi. Ia bukan selebriti yang pergi ke sana-sini. Selama 33 tahun ia tinggal di tempat untuk memelihara apa yang harus dipelihara, yaitu domba-domba milik Gembala Agung.

Mutu pekerjaan Yansaputra pernah pula memukau seorang mantan gurunya. Pada suatu hari Minggu pagi secara mendadak mantan dosennya dari Belanda muncul di GKI Indramayu. Sengaja ia tidak memberitahukan kedatangannya, supaya segala sesuatu berjalan wajar. Ternyata ia sangat terkesan pada kinerja Yansaputra di mimbar pada pagi itu, khotbah dan liturgi yang dipersiapkan matang, eksegese yang teliti dan kepatuhan pada tahun gerejawi yang jitu.

Kini Yansaputra telah tiada. Selama beberapa bulan terakhir kesehatannya sering terganggu. Tetapi, dalam keadaan demikian ia tetap bekerja. Beberapa waktu yang lalu ia sempat menghadiri kebaktian peluncuran buku. Mulai dari Musa dan Segala Nabi di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta. Gayanya masih seperti empat puluh tahun silam, tersenyum tersipu-sipu dan menyimak apa yang didengar dan dilihatnya dengan kening yang berkerut. Pada siang itu, sambil melongok ke dalam kantor saya, ia berucap, "Sama seperti kamarmu dulu di Balewijoto, meja tulisnya dipasang miring di pojok." Itulah ucapannya yang terakhir di telinga saya.

Sekarang Yansaputra hanya tinggal kenangan. Gereja kehilangan seorang tenaga andal. Pagi subuh itu, ketika ada telepon yang mengabarkan bahwa Pdt. Titus Yansaputra meninggal dunia, saya terdiam dan menerawang jauh. Saya seolah-olah melihat Yansaputra berdiri di depan sebuah gedung dengan raut muka yang khas; senyum sipu tetapi pandangan mata yang hidup dengan kening berkerut. Lalu saya seolah-olah melihat Yesus keluar dari gedung itu, berjalan menuruni tangga, menyambut dan menyapa Yansaputra. Lalu mereka berdua berjalan bersama menaiki tangga gedung itu. Yesus memegang dan menepuk-nepuk pundak Yansaputra sambil berkata, "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba-Ku yang baik dan setia, engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu."