KITA ADALAH KEKASIH ALLAH

KITA ADALAH KEKASIH ALLAH




Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan. (Mat. 3:17)

Tiga pencobaan yang Yesus hadapi mengilustrasikan tiga godaan terbesar dalam hidup manusia modern. Godaan untuk mengagungkan kemampuan (Siapa aku ditentukan oleh apa yang aku lakukan), godaan untuk terikat pada harta milik (Siapa aku ditentukan oleh apa yang aku millki), serta godaan untuk menjadi populer (Siapa aku ditentukan oleh apa yang orang lain katakan tentang aku).

Ketiga godaan itu, semenarik apa pun, ternyata bersifat sangat fluktuatif. Naik-turun. Ada kalanya kita sangat kuat, memiliki banyak harta dan dikagumi banyak orang, namun tak jarang kita sungguh lemah, tak punya apa-apa, dan dicemooh orang lain. Sungguh celaka bukan jika identitas kita dipertaruhkan di atas ketiga dasar ini?"Mari kita klaim kembali kebenaran asali ini. Kita adalah anak anak yang dikasihi Allah."

Kita menghabiskan terlalu banyak energi untuk memastikan bahwa diri kita oke untuk tiga hal tersebut. Dan kita selalu saja lupa bahwa siapa kita ternyata sebenarnya tidak ditentukan dari ketiga-tiganya. Kita berjuang terus sepanjang hidup kita untuk memastikan ketiga-tiganya berlangsung dengan baik. Sampai akhirnya selesailah hidup kita. Mati. Dan setelah itu? Setelah itu... kita tak bisa melakukan apa-apa, kita tidak membawa apa yang kita miliki dan orang lain segera melupakan kita.

Yesus mampu menghadapi dan keluar dari ketiga jebakan ini karena tahu persis bahwa siapa diri-Nya sesungguhnya ditentukan oleh satu kenyataan lain, yaitu bahwa la adalah Anak yang dikasihi oleh Sang Bapa. Sesaat sebelum la memasuki pencobaan di padang gurun, yaitu saat la menerima baptisan oleh Yohanes Pembaptis, Sang Bapa dalam naungan Roh Kudus, mengutarakan isi hati-Nya; Dikau Kukasihi, Aku berkenan kepada-Mu.

Jika saja setiap pegiat sosial Kristiani mau dan mampu mengklaim kembali kebenaran yang sama, maka pastilah mereka akan terhindar dari seribu satu masalah remeh yang tak perlu, yang justru membuat karya mereka menjadi superfisial, dangkal, dan malah artifisial.

Mari kita klaim kembali kebenaran asali ini. Kita adalah anak-anak yang dikasihi Allah. Dan dengan demikian, kita menjadi saudara dan sahabat Kristus, yang sudah terlebih dahulu membuktikan kepada dunia bahwa kedalaman hidup kita tidak ditentukan oleh seberapa mampu kita berkarya, seberapa banyak milik kita atau seberapa populer kita diterima oleh orang lain. Namun, semata-mata oleh sebening apa kita mendengar dan mengamini suara Ilahi itu: "Engkau Kukasihi. Engkau sungguh Kukasihi!"