MARI KERJA SAMBIL KETAWA
Di Jakarta ada jalan yang bersih, tenang dan rindang untuk pejalan kaki. Namun, ada juga yang berdebu, hiruk pikuk dan pengap. Jalan Taman Sari bisa digolongkan pada yang kedua. Ketika masih bujangan, hampir tiap hari saya melewati jalan itu. Sebabnya, pacar saya tinggal di dekat situ. Karena itu, kami sering berjalan atau bersepeda melewati Jalan Taman Sari menyusuri kali yang penuh sampah. Namun, debu dan bau sampah itu sama sekali tidak terasa mengganggu. Yang saya rasakan hanyalah perasaan senang, apalagi pada saat-saat kami bersentuhan dan berpegangan. Sekarang saya akan pikir-pikir dulu kalau disuruh berjalan atau bersepeda di jalan yang penuh debu itu.
Mungkin Anda juga pernah mengalami hal seperti itu. Misalnya, menempuh perjalanan panjang yang melelahkan dan membosankan. Tetapi ketika Anda melakukan itu dalam suasana yang menyenangkan, kelelahan dan kebosanan itu tidak terasa. Atau, Anda melakukan suatu pekerjaan. Ketika dilakukan dengan perasaan jengkel, maka pekerjaan terasa berat. Namun, pekerjaan yang sama itu terasa ringan ketika dilakukan dengan hati yang senang. Nah, di sini letak rahasianya: perasaan senang. Pekerjaan yang berat sekalipun terasa ringan jika kita merasa senang melakukannya. Sebaliknya, pekerjaan yang ringan akan terasa berat jika kita merasa enggan dan jengkel.
Sebab itu, faktor yang banyak menentukan keberhasilan kerja adalah kegembiraan. Tanpa kegembiraan kerja, maka pekerjaan apa pun akan terasa bagaikan tekanan atau hukuman. Kalau kita berangkat atau memulai suatu pekerjaan dengan perasaan enggan dan jengkel, pekerjaan itu terasa menekan dan membosankan. Kita melakukannya dengan perasaan terpaksa. Dalam keadaan seperti itu kita cenderung untuk membuat kesalahan-kesalahan. Orang yang mengemudi mobil sambil marah-marah lebih gampang menabrak dari pada orang yang mengemudi sambil bersenandung.
Kegembiraan kerja juga turut memengaruhi pembentukan motivasi konsentrasi, kreativitas dan produktivitas kerja. Orang yang bekerja dalam suasana tegang dan terpaksa biasanya akan rendah motivasinya. Konsentrasinya mudah buyar. Kreativitasnya tidak muncul. Mutu hasil kerjanya buruk. Produknya juga sedikit. Untuk bekerja, diperlukan kegembiraan kerja. Kegembiraan itu akan menimbulkan semangat. Bagaimana kita mau hidup dan bekerja kalau kita tidak mempunyai semangat. Seperti kata pengarang Amsal, "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat" (15:13). Ia juga menulis, "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang" (17:22).
Pengarang Kitab Pengkhotbah bahkan menyatakan bahwa ke gembiraan kerja adalah hal yang paling diperlukan. Ia menulis, "Tak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada makan dan minum dan bersenang-senang dalam jerih payahnya" (2:24a). Artinya, orang yang bahagia adalah orang yang bisa bergembira dengan pekerjaannya dan dengan rezeki hasil pekerjaannya. Sepiring nasi dengan ikan asin terasa lebih sedap jika kita mensyukurinya sebagai rezeki hasil jerih payah dengan rasa senang dari pada rupa-rupa makanan mahal yang sebenarnya bukan hasil kejujuran kerja atau yang kita makan dengan perasaan jengkel. Perhatikan bahwa ayat itu masih ada lanjutannya, "Aku menyadari bahwa ini pun dari tangan Allah. Karena siapa dapat makan dan merasakan kenikmatan di luar Dia?" (Pkh. 2:24b dan 25). Pengkhotbah mengaku bahwa kesempatan kerja dan rezeki hasil kerja datang dari Tuhan, sebab itu ia mensyukurinya.
Bisa mensyukuri hasil pekerjaan adalah pangkal kegembiraan kerja. Itu hanya bisa terjadi kalau kita mempunyai sikap terbuka untuk menyenangi dan mensyukuri. Di dunia hanya ada satu orang yang dapat memberikan kegembiraan kerja kepada kita. Orang itu adalah kita sendiri. Pekerjaan adalah neraka kalau kita bekerja sambil cemberut, tetapi pekerjaan adalah surga kalau kita bisa menyukai pekerjaan itu. Baik buruknya suasana kerja tergantung dari sikap kita sendiri.
Sebab itu, kita bekerja dengan senyum. Tersenyum geli melihat kesalahan, tersenyum bangga melihat keberhasilan. Bekerja dengan ketawa. Tertawa melihat celah-celah yang jenaka dalam dunia kerja. Tertawa dan menertawakan diri sendiri atas kebodohan yang kita perbuat. Misalnya, menertawakan diri sendiri ketika kita terkecoh menghadapi pertanyaan yang sebetulnya sederhana sekali.
Konon petani Meksiko terkenal pandai menciptakan suasana kerja yang riang. Sepanjang hari mereka bekerja sambil bernyanyi. Lalu sore hari ketika semua pekerjaan selesai, mereka naik kuda pakai sombrero (topi pandan yang lebar) sambil membawa gitar mengelilingi ladang untuk memandangi hasil kerja mereka. Sekarang saya bertanya kepada Anda, "Mengapa para petani Meksiko itu naik kuda dengan membawa gitar?" Silakan Anda jawab. Supaya jelas, saya ulangi pertanyaannya, "Kenapa mereka membawa gitar?" Mau tahu jawabnya? Ini dia: Tentu saja gitar. Emangnya orang naik kuda mau disuruh bawa piano atau organ? Yang bener aja.
Pdt. Andar Ismail
(Disadur dari buku Selamat Berkarya)