JADIKAN ALAM SEBAGAI SAUDARA KITA

JADIKAN ALAM SEBAGAI SAUDARA KITA


Saya ingin mengajak Anda merenungkan kualitas hidup kita. Saya ajak Anda merenungkan Roma 8:18-23. Di situ Alkitab berbicara mengenai kualitas hidup kita sekarang ini. Kualitas hidup yang tidak dikehendaki Allah. Kualitas hidup yang harus kita ubah, kita perbarui, kita rombak.

Roma 8:22 mengatakan, "bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin". Sakit yang teramat sangat! Semua makhluk sama-sama mengeluh. Seluruh ciptaan mengerang kesakitan. Itulah yang Tuhan katakan mengenai kualitas kehidupan sekarang ini.

Bukan cuma manusia yang mengeluh. Tanah atau bumi juga sedang mengerang. Orang yang baru pulang dari tur ke Israel berkata kepada saya. "Bagaimana mungkin Israel yang gersang begitu kok disebut oleh Alkitab sebagai tanah yang subur. Limpah dengan susu dan madu?" Memang itu yang terjadi. Tanah Palestina dulu pasti subur. Tetapi sekarang jumlah tanah yang subur semakin berkurang. Banyak yang dulunya hutan lebat, sekarang cuma gurun pasir. Gurun Sahara itu, setiap tahun batasnya ber geser, bertambah sekitar 1½ meter.

Air juga mengerang kesakitan. Sungai-sungai mengerang karena dicemari limbah pabrik dan sampah manusia. Laut mengerang, karena kapal-kapal tanker menumpahkan entah berapa juta galon minyak mentah setiap tahun, Krisis paling besar yang akan dihadapi manusia dalam beberapa tahun mendatang adalah krisis air minum. Di Jakarta sekarang ini rembesan air laut sudah mencapai daerah Monas. Air PAM di daerah saya hitam dan keruh. Air sudah mengerang. Di samping air, kini udara juga mengeluh. Kalau Anda dari ketinggian melihat kota Jakarta. Anda akan melihat kota ini seolah-olah tertutup kabut Padahal bukan kabut. Itu adalah debu atau partikel-partikel kecil yang berasal dari asap pabrik dan asap mobil yang sekarang mengurung kita. Setiap kali kita bernafas, partikel-partikel itulah yang masuk ke paru-paru kita.

Lalu kita membaca bahwa lapisan ozon di atmosfer sekarang ini bolongnya makin besar Lapisan ozon adalah lapisan yang menyaring dan melindungi kita dari radiasi sinar matahari. Jadi, kalau lapisan ini bolong, kulit kita akan kena radiasi, dan konon ini akan menimbulkan kanker kulit. Karena bolong, maka bumi juga makin panas. Karena bumi makin panas, es di kutub mencair. Karena es mencair maka permukaan air laut naik. Karena permukaan air laut naik, beberapa negara kepulauan di Pasifik dikuatirkan akan tenggelam dalam 10-20 tahun ini. Tanaman dan binatang juga mengerang. Sekarang ini, rata-rata ada 20 spesies atau jenis makhluk yang musnah setiap detik Bayangkan saja 20 setiap detik!

Ini adalah gambaran kecil tentang kehidupan kita sekarang. Mengerikan! Semua makhluk mengeluh! Seluruh alam mengerang! Saya minta hal ini kita tanggapi dengan serius. Mengapa? Karena yang merusak itu sebenarnya adalah tangan manusia. Kalau yang rusak itu kursi, bisa kita perbaiki. Kalau yang ambruk itu rumah, bisa kita bangun kembali. Tetapi kalau alam ini yang rusak, sulit sekali untuk memperbaikinya. Mungkin malah tidak bisa kita perbaiki lagi.

Enak sajakan, kita menebang pohon. Dalam beberapa menit pohon tumbang. Tetapi sadarkah kita, berapa puluh atau berapa ratus tahun untuk memperoleh kembali pohon seperti yang kita tebang itu? Atau, kalau satu spesies lenyap, bagaimana kita bisa menciptakannya lagi? Ember bocor bisa kita tambal Kalau lapisan ozon bolong, bagaimana kita menambalnya?

Padahal itulah yang terus kita kerjakan. Setiap kali kita pasang AC, setiap kali kita pakai hair spray, menyebabkan lapisan ozon itu bolong. Setiap kali kita naik mobil, udara kita menjadi kotor. Setiap kali kita buang sampah ke sungai, atau buang bungkus plastik ke tanah, membuat bumi kita ini tercemar.

Dosa manusia modern yang paling besar adalah karena manusia tidak punya rasa hormat lagi terhadap alam. Berbeda dengan nenek moyang kita dulu. Beberapa suku Indian di Amerika Selatan, suku Maya dan Inca, mempunyai kebiasaan, yaitu sebelum mereka memetik sayur atau menebang pohon, mereka berdoa dulu. Apa isi doa mereka? Mereka minta maaf, karena mereka terpaksa harus melukai atau menyakiti alam. Kita? Kadang-kadang hanya karena iseng, sambil jalan, 'tes' kita potes pohon atau bunga.

Saya tentu tidak menganjurkan agar kita kembali menyembah pohon atau batu seperti nenek moyang kita itu. Tetapi kita perlu menumbuhkan lagi rasa sayang dan hormat kita kepada alam, rasa satu kita dengan alam. Sebab, kalau alam ini mati, kita juga mati. Hanya dengan memelihara alam ini dengan sebaik-baiknya, maka kita menyatakan rasa tanggung jawab kita kepada anak dan cucu kita. Di televisi kita sering membaca bahwa "alam ini bukanlah warisan nenek moyang kita, tetapi titipan anak dan cucu kita".