SEORANG KRISTEN YANG EKSTREMIS

SEORANG KRISTEN YANG EKSTREMIS



Bahkan aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku kaum sebangsaku secara jasmani (Rm 9:3)

Surat yang ditulis dari dalam penjara Birmingham pada tanggal 16 itu sungguh menyedihkan hati Martin Luther King. Jr. Bayangkan Perjuangan King untuk menghapuskan diskriminasi rasial di Amerika Serikat sudah membuatnya meringkuk di penjara. Sekarang, ia malah mendengar bahwa para pemimpin gereja menyalahkannya. Mereka yang seharusnya menopang, menghibur dan mendukungnya malah kini menuduhnya ekstremis. "Jadi pertanyaannya bukanlah apakah kita akan menjadi ekstremis, tetapi esktremis macam apakah kita?"

Dengan cerdas King menulis:

"Jadi. pertanyaannya bukanlah apakah kita menjadi ekstremis, tetapi ekstremis macam apakah kita? Akankah kita menjadi ekstremis-ekstremis demi kebencian ataukah kita menjadi ekstremis-ekstremis demi cinta? Akankah kita menjadi ekstremis-ekstremis yang melestarikan ketidakadilanatau akankah kita menjadi ekstremis-ekstremis demi keadilan?"

Kata "ekstremis" telanjur memiliki kesan negatif dalam percakapan kita sesehari. la sering dipakai untuk menamai mereka yang menganggap diri paling benar dan memakai agama untuk membenarkan kekerasan. Padahal kata ekstrem (Latin:extremus) sesungguhnya berarti "berada di luar". Seorang ekstremis akan berada jauh di luar titik tengah. la berada di tepian, pinggiran atau perbatasan. Bahkan melewatinya. Masalahnya, yang di tengah itu apa? Jika yang di tengah itu adalah kehidupan penuh damai dan keadilan, maka menjadi ekstremis menjadi sungguh keliru. Tetapi, jika yang di tengah itu kebobrokan dan kezaliman, maka menjadi ekstremis merupakan tindakan terpuji. Dan itulah yang dipahami dan dihayati Martin Luther King, Jr. Baginya, dengan berada di tepian ekstrem itulah cinta dan keadilan diperjuangkan.

Paulus pernah menulis sesuatu yang membuatnya menjadi ekstremis demi cinta. la sudi "terkutuk dan terpisah dari Kristus" demi saudara-saudaranya yang selama ini menolak Kristus. Ekspresi cinta ini sungguh mengejutkan dan mendebarkan. Berkorban boleh-boleh saja, bahkan jika perlu mati. Bukankah para martir mengorbankan hidup mereka demi Kristus, dengan keyakinan bahwa kematian akan mempersatukan mereka dengan Kristus?

Namun, "terkutuk dan terpisah dari Kristus"? Aduh, sungguh berat! Menakutkan sekali. Kehilangan keselamatan demi keselamatan orang lain. Dan rupanya Paulus tak sendirian. Berabad-abad sebelumnya, Musa pun pernah mengatakan hal yang kurang-lebih sama, "Tetapi sekarang, kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu-dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis." (Kel. 32:32).

Paulus dan Musa sesungguhnya mempertontonkan sebentuk cinta yang berani berjalan jauh hingga ke tepian terjauh. Sebuah ekstremisme demi cinta. Mereka sudah mengungkapkannya, namun memang sekadar mengandaikannya. Dan hanya satu sahabat yang bukan saja mengungkapkannya, namun juga mengalaminya-Yesus orang Nazaret. Paulus berujar: "Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita ... " (Gal. 3:13).