KAMULAH TANGAN-KU

KAMULAH TANGAN-KU

 


Kabayan sedang menggali lubang. Tetangganya heran dan bertanya.

T: Kabayan, untuk apa gali lubang? K: Untuk tanam pisang. T: Untuk apa tanam pisang? K: Untuk dimakan. T: Untuk apa makan pisang? K: Untuk dapat tenaga. T: Untuk apa dapat tenaga? K: Untuk gali lubang ...

Untuk apa kita bekerja? Apa kita bekerja untuk makan? Ataukah kita makan untuk bekerja? Semua orang bekerja. Menanggung lelah. Menahan jengkel. Memeras pikiran. Mengucurkan keringat. Menghabiskan tenaga. Membanting tulang dari pagi sampai petang.

Bayangkanlah seorang paramedis di bagian gawat darurat yang sepanjang hari berdiri menunduk menjahit robekan tubuh korban yang mengerang kesakitan karena ususnya terburai keluar dari perut yang berlumuran darah. Atau, bayangkan seorang masinis kereta api yang pukul tiga pagi sudah menyalakan tungku batu bara lokomotif, Atau, manajer bank yang sampai larut malam menghadapi setumpuk hitungan. Atau, ibu rumah tangga yang pekerjaannya tidak pernah ada habisnya. Untuk apa mereka bekerja? Untuk apa kita bekerja? Kita bekerja untuk mendapat nafkah. Akan tetapi, sesempit itukah tujuan kerja? Masakan hidup ini hanya bertujuan untuk mencari nafkah?

Kita adalah makhluk yang lebih dari sekadar punya mulut dan perut. Kita mempunyai martabat diri dan hati nurani. Diri itu tidak akan terwujud kalau kita cuma goyang-goyang kaki. Karena itu, kita bekerja. Dengan bekerja diri kita diaktualkan. Dengan bekerja diri kita jadi berarti dan memberi arti.

Punya arti dan memberi arti bisa dilakukan tiap orang, betapapun "kecil" pekerjaannya. Pekerjaan yang tampak kecil mempunyai dampak besar. Yang diperbuat seorang penjaga pintu perlintasan kereta api bukan sekadar menjaga sebuah pintu kereta, melainkan menjaga puluhan nyawa manusia. Yang diperbuat seorang ibu bukan sekadar menyiapkan nasi, melainkan menyiapkan masa depan putra dan putri.

Setiap orang perlu bekerja. Sebab itu, yang pertama-tama diberikan Tuhan kepada Adam bukanlah istri, melainkan pekerjaan (lih. Kej. 2:15). Sebab itu pula Paulus menulis, "Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan" (2Tes. 3:10). Kita bekerja, bahkan untuk itu kita disuruh oleh Amsal 6:6 untuk belajar dari semut, yaitu belajar bekerja dengan rajin dan tekun, tidak banyak bicara dan tidak egois. Di pihak lain kita juga disuruh beristirahat, sebab Tuhan sendiri juga beristirahat (lih. Kej. 2:2-3). Kerja adalah ibarat senar gitar. Terlalu kencang dia putus, terlalu kendor dia tidak bunyi.

Kita bekerja karena Tuhan bekerja. Tiap pagi Tuhan membangunkan surya. Tiap petang la menidurkan senja. la meniup awan. la meneteskan hujan, la menghidupkan indung telur. la mengembuskan napas jabang bayi. Ia mengajar anak ikan berenang. la sibuk terbang kian kemari sebagai burung merpati.

Kita bekerja karena diajak bekerja bersama-sama Tuhan. Kita adalah "kawan sekerja Allah" (1 Kor. 3:9). Ketika kita bekerja Tuhan bekerja dekat kita. Sekali-kali la menoleh kepada kita. la tahu bahwa kita lelah. la juga letih. Ia mengangguk kagum melihat ketekunan kita. Kata filsuf Rabindrat Tagore, "Tuhan menghargai aku ketika aku bernyanyi, la menghormati aku ketika aku bekerja."

Pekerjaan kita masih banyak dan panjang. Hasilnya belum tampak. Benarkah belum tampak? Sebetulnya, sudah tampak dalam visi dan impian. Selangkah demi selangkah sambil terbungkuk Michelangelo menyeret sebuah batu besar dengan tali di pundak. Orang yang melihat itu bertanya, "Mau apa kamu susah-susah dengan batu macam begitu?" Michelangelo, pemahat besar dari abad ke-16 itu, menjawab, Karena di dalamnya ada malaikat."

Kristus bekerja untuk kita, dan kita bekerja untuk Dia. Seperti kata Paulus, "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan..." (Kol. 3:23). Dalam Perang Dunia I sebuah gereja di Munster rusak kena bom. Patung Kristus di situ juga rusak. Kedua lengan patung itu putus. Tinggallah patung Kristus itu berdiri di situ tanpa tangan. Kemudian di bawah patung itu orang memasang tulisan, "Aku tidak punya tangan selain kamu. Kamulah tangan-Ku."

Kita bekerja karena hidup ini mempunyai arti. Kita bekerja supaya hidup ini memberi arti. Hidup ini cuma sekali. Sekali berarti sesudah itu mati. Soalnya, apakah hidup kita sekarang ini sudah mempunyai arti dan sudah memberi arti?

Selama tenaga masih ada. Selama waktu masih tersedia. Kata Yesus, "Selama masih siang..." (Yoh. 9:4). Kita bekerja. Kata Yesus pula, "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga" (Yoh. 5:17), Itu sebabnya kita bekerja. Selamat bekerja. Selamat berkarya. Segala sumber kerja kita berasal dari Kristus. Semoga segala hasil kerja kita berkenan bagi Kristus. Seperti doa kita di dalam Kidung Jemaat 322:4: Tenaga dan kuat,                                          kerja yang kubuat kepunyaan-Nya. Dengan rendah hati hendak kuhormati.                                         Yang Mahaesa.