NASI SUDAH MENJADI BUBUR

NASI SUDAH MENJADI BUBUR

 

Apa boleh buat! Kalau sudah jadi begini, mau apa lagi? Dasar Akurang beruntung. Hancur sudah hari depan kita. Nasi sudah jadi bubur!

 Begitulah kita meratapi diri. Lalu kita mulai mempersalahkan orang-orang tertentu, bahkan juga mempersalahkan diri sendiri. "Ini gara-gara ...! Kalau tahu akan jadi begini...!" Kita menyesali dan menyesalkan diri.

Sungguh bisa dimengerti perasaan dan sikap itu. Akan tetapi, sebetulnya sikap itu tidak banyak berguna. Sikap itu hanya akan membuat kita berputar-putar di situ-situ juga tanpa jalan keluar.

Dalam situasi seperti itu, jalan keluarnya ada di tangan kita. Kita punya dua pilihan. Pilihan pertama, menyesali hari kemarin. Pilihan kedua, merencanakan langkah untuk hari esok. Kita bisa memilih apakah kita mau meratapi nasi yang sudah jadi bubur ini, ataukah melakukan sesuatu dengan nasi yang sudah jadi bubur ini.

"Suamiku perokok berat. Ia meninggal karena kanker ganas. Tentu aku sedih sekali. Sepanjang hari menangis. Beberapa hari kemudian, aku malah berbalik perasaan. Aku malah jadi benci pada dia. Gara gara dia bandel merokok terus. Sekarang aku kena getahnya. Aku ketempuhan harus membesarkan anak yang baru berumur 5 dan 3 tahun. Aku harus cari nafkah. Pusing! Akibatnya, sepanjang hari aku marah-marah. Lalu aku kena migrain."

 Demikian keluh Tiurma dengan sengit. Lalu ia melanjutkan dengan lebih tenang, "Lama-lama aku berpikir, apa manfaatnya aku frustrasi seperti itu. Lebih baik aku bereskan persoalan satu demi satu. Aku mulai menyiapkan langkah-langkah untuk cari nafkah. Aku fokus mendidik anak. Aku mulai babak baru."

Itu cerita Tiur dua puluh tahun lalu. Sekarang bagaimana ke adaannya? Ternyata babak barunya berhasil. Ia bisa selamat dan bertahan dari krisisnya itu. Anaknya lulus Magister Pertanian UKSW Salatiga dan bekerja di bidang agrobisnis. Anaknya yang kedua lulus susastra Ul dan menjadi editor buku. Mereka bertiga giat mengam panyekan kesadaran anti rokok. Sekarang wajah Tiurma selalu cerah, sesuai dengan namanya. Sebab dalam bahasa Toba Tiur berarti 'cahaya' dan Tiurma berarti 'bercahayalah'.

Tiurma dan kita semua masak nasi. Pada suatu hari nasi itu bukan menjadi nasi, melainkan bubur. Apa yang kita rencanakan ternyata. meleset. Maksud hati memeluk kegembiraan, apa daya yang datang adalah kesedihan. Niat gagal. Rencana berantakan.

Nasi Rasul Paulus pun beberapa kali menjadi bubur. Ia ingin pergi ke kota A dan B untuk mengabarkan Injil dan menumbuhkan iman umat. Keinginannya kuat. Tertulis, "Tetapi kami, Saudara-saudara, yang seketika terpisah dari kamu, jauh di mata, tetapi tidak jauh di hati, sungguh-sungguh, dengan kerinduan yang besar, telah berusaha menemui kamu muka dengan muka. Sebab kami telah berniat untuk datang kepada kamu-aku, Paulus, malahan lebih dari sekali - tetapi Iblis telah mencegah kami" (1Tes. 2:17-18, TB2).

Di situ tidak dijelaskan siapa yang dimaksud dengan "Iblis", namun agaknya yang dimaksud adalah gangguan keamanan ulah para pemuka agama Yahudi yang membenci Paulus. Paulus sering diadang dan beberapa kali diseret ke penjara di Filipi (beberapa hari), Kaisarea (2 tahun), dan Roma (2 tahun). Gagal sudah niat Paulus untuk me nyebarluaskan Injil dan membina umat di berbagai kota. Akan tetapi, Rasul Paulus tidak meratapi nasinya yang jadi bubur.

Sebaliknya, ia mencari akal. Apa yang diperbuat Paulus dengan buburnya itu? Dari dalam penjara ia menulis atau mendiktekan surat ke gereja-gereja di berbagai kota itu. Simak istilah belengguku di kalimat, "Salam dari aku, Paulus. Salam ini kutulis dengan tanganku sendiri. Ingatlah akan belengguku. Anugerah menyertai kamu" (Kol. 4:18, TB2). Juga, istilah teman sepenjaraku (Kol. 4:10, TB2) dan "aku dipenjarakan karena Kristus" (Flp. 1:13).

Tidak diketahui berapa jumlah surat karya tulis Paulus karena agaknya ada surat dan bagian surat yang hilang di tengah jalan atau hilang tidak tersimpan. Yang sekarang ada di Alkitab hanya sebagian kecil dari surat-surat Paulus. Dari surat-surat Paulus atau pseudo-Paulus yang ada di Alkitab agaknya lima atau enam ditulis dari dalam penjara. Yang pasti adalah surat kepada jemaat di Filipi, Kolose, dan Filemon.

Apakah surat-surat Paulus itu berguna untuk gereja-gereja zaman itu? Bukan hanya gereja zaman itu, melainkan gereja sepanjang zaman pun mendapat faedahnya. Teolog Aurel Augustinus (abad ke-4), Martin Luther (abad ke-16), dan Karl Barth (abad ke-20) mendasarkan ajarannya pada surat-surat Paulus. Sekarang kebanyakan gereja pun berpijak pada teologi Paulus, misalnya teologi pembenaran, keselamatan, anugerah, kehidupan baru, sikap terhadap Taurat, hubungan PL-PB, arti kematian dan kebangkitan Kristus, Kristologi, Eskatologi, dan sebagainya.

Kapan teologi itu dimulai? Ketika nasi Paulus jadi bubur. la gagal pergi ke berbagai kota untuk memberitakan Injil dan membina umat. Sebagai gantinya ia menulis surat. Surat itulah yang menga barkan Injil dan membina umat. Bahkan surat itu ternyata lebih ampuh dalam jangka panjang ketimbang kunjungan fisik. Paulus tidak meratapi nasinya yang terlanjur jadi bubur, melainkan mengolah bubur itu dengan kreatif dan produktif.

Ketika rencana dan harapan meleset sehingga nasi kita jadi bubur, tentu kita kecewa dan sedih. Kita menangis. Menangislah sepuasnya. Tidak usah malu. Yesus pun menangis. Akan tetapi, jangan meratapi diri, maksudnya jangan menangis berkepanjangan. Ada saatnya kita menyeka mata. Lalu mulai berpikir. Apakah yang akan kita lakukan dengan nasi yang sudah jadi bubur ini?

Buang? O, jangan! Lebih baik manfaatkan! Olah! Jadi nasi tim? Tidak bisa, sebab airnya terlalu banyak. Apakah dijadikan nasi rames, nasi uduk, nasi timbel, nasi kebuli, nasi ulam? Ah, tidak bisa! Apakah dijadikan nasi rawon, nasi megana, nasi golong, nasi goreng? Ah, itu mimpi! Apakah dijadikan nasi lemang, nasi lengko, nasi jaha, nasi jamblang, nasi tumpeng? Itu pikiran ngawur!

Mari berpikir kreatif dan produktif, tetapi juga realistis. Nasi yang sudah jadi bubur bukan berarti gagal atau sia-sia. Nasi yang sudah jadi bubur itu bisa kita olah jadi bubur yang enak. Mari kita mulai.

 Iris kecil-kecil beberapa bawang putih, goreng sampai wangi, lalu bersama minyaknya masukkan ke dalam bubur tadi. Tambahkan sedikit garam, lada, dan kecap ikan. Masukkan kuah bumbu kaldu ayam sampai cocok kentalnya dan rasanya. Siapkan rebusan daging ayam yang ditumis dengan bawang putih, kecap ikan, dan lada. Lalu iris seledri mentah halus-halus. Taburkan bersama dengan cakue atau kerupuk. Nah, selagi masih panas, mari kita nikmati.

 Eh, tunggu dulu! Ada yang ketinggalan. Ini bawang gorengnya. Selamat makan, Om!