MISKIN DI HADAPAN ALLAH
Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. (Mat. 5:3)
Persoalan "milik" selalu menghantui setiap pegiat sosial Kristen. Yang satu berkarya di dalam komunitas karena sudah tak lagi merasa perlu bekerja keras dan tinggal mengisi waktu lenggang sambil menanti datangnya keuntungan dari hasil kerjanya, yang lain masih bersusah-payah mencari sesuap nasi dan tak jarang yang berharap syukur bisa memperoleh tambahan dari karyanya di dalam komunitas Kristiani. Keduanya tentu tak bisa dibenarkan. Namun, itulah kenyataan yang kerap kita jumpai.
"Uang dan harta milik adalah milik Allah yang dipercayakan kepada manusia untuk dikelola, bukan untuk diraup secara membabi-buta, atau, ada pula yang menjadikan karya yang diberikan itu sebagai "miliknya". Lazimnya, ini dijumpai di antara mereka yang sangat mengabdikan waktu, tenaga, pikiran, bahkan uangnya untuk sebuah karya Kristiani. Sedemikian melekatnya mereka pada karya mereka itu, sampai-sampai mereka beranggapan bahwa "Pelayanan ini milikku". Mereka pun lantas marah besar, misalnya, ketika harus lengser karena periode karya yang sudah habis dan harus diganti orang lain atau, mereka kecewa dan memilih keluar.
Sebagai seorang Kristen, perlu disadari bahwa "I am what I have”. Semakin seseorang memiliki sedikit, semakin terpandanglah ia. Semakin seseorang memilki semakin tak tersohorlah ia. Gereja yang memiliki banyak juga dipandang sebagai gereja yang berhasil. Sebaliknya miskin dipandang hanya sebelah mata. Teologi sukses, yaitu yang mengajarkan bahwa kesuksesan adalah yang terutama, sebuah contoh ekstrem dari sikap semacam ini.
Yesus juga menghadapi cobaan jenis ini (Luk. 4:6-7; Mat. 4:8-9). Si Jahat yang menjumpai-Nya di padang gurun membawa-Nya ke atas sebuah gunung dan menjanjikan seluruh isi dunia untuk menjadi milik Yesus, jika la mau menyembah Iblis. Inilah godaan harta milik. Dan Yesus menolak-Nya mentah-mentah. Jawab Yesus sangat jitu, "Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" Itu berarti, harta milik tak boleh dianggap yang terpenting, karena hanya Allah yang utama. Memberhalakan uang dan milik sama saja halnya dengan menyembah Iblis. Uang dan harta milik adalah milik Allah yang dipercayakan kepada manusia untuk dikelola, bukan untuk diraup secara membabi-buta, apalagi diperilah.
Salah satu ucapan bahagia yang Yesus berikan sangat penting untuk disimak: "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah." Mengapa kemiskinan menjadi pintu kebahagiaan? Tak lain karena mereka tak memiliki apa pun yang dapat menjauhkan mereka dari Allah. Namun Yesus tidak sekadar berbicara tentang sembarang orang miskin, namun mereka yang miskin "dihadapan Allah." Artinya, mereka yang di dalam kemiskinannya mempertaruhkan dan menaruh hidup mereka di hadapan Allah yang menjadi milik mereka satu-satunya.
Bukankah kini saatnya bagi kita untuk mengevaluasi kemball sikap, pandangan dan cara kita memperlakukan harta milk kita? Jangan pernah mau diperhamba oleh harta milik, namun perhambalah harta milik Anda dan manfaatkan sebaik mungkin di hadapan dan bagi Allah.