MENERUSKAN HARAPAN KERJA YESUS

MENERUSKAN HARAPAN KERJA YESUS

 


Orang itu mencangkul. Sebutir biji jagung dimasukkannya ke dalam tanah. Apa yang sedang diperbuatnya? la sedang menanam "sebutir pengharapan". Dalam benaknya ada pengharapan bahwa biji itu kelak bertumbuh dan menghasilkan jagung. la mencangkul dengan suatu motivasi besar: pengharapan. Akan tetapi, pengharapan bukan perkara sembarangan. Pertama, pengharapan harus mempunyai dasar. Dan sebuah dasar selalu berasal dari masa lampau: biji semacam itu ternyata bisa tumbuh dan menghasilkan jagung. Tanpa suatu dasar, pengharapan mudah berubah menjadi untung-untungan. Kedua, pengharapan harus disertai usaha nyata. Tanahnya digemburkan. Dipupuki. Diamankan dari gangguan binatang. Disiram. Dipelihara. Ketekunan. Kerja keras. Tanpa usaha nyata, pengharapan merosot menjadi lamunan.

Ketiga, pengharapan harus berpijak atas kewajaran. Kewajaran waktu: tak mungkin jagung itu sudah panen dalam satu bulan. Kewajaran hasil: tak mungkin satu tanaman jagung bisa memberi hasil sebanyak satu gerobak. Tanpa kewajaran, pengharapan cuma melahirkan kekecewaan. Kalau itu yang dituntut dari pengharapan akan sebutir jagung, apalagi pengharapan tentang manusia dan masa depan. Apakah pengharapan Kristen tentang manusia dan masa depan? Apa yang kita harapkan? Yang kita harapkan adalah datangnya Kerajaan Allah ke bumi ini. Apa yang dimaksud? Kerajaan Allah adalah keadaan di mana kedaulatan dan pemerintahan Allah ditaati oleh manusia. Jadi, yang kita harapkan adalah suatu keadaan baru di bumi di mana hubungan manusia dengan Allah dan dengan sesamanya menjadi hubungan damai yang sempurna (lih. Why. 21:1-4).

Apa yang menjadi dasar dari pengharapan itu? Dasarnya adalah kenyataan bahwa Kerajaan Allah sudah dimulai di dalam pekerjaan Yesus. la berkata, "Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu" (Mat. 12:28). Selama tiga tahun Yesus "menyampaikan kabar baik kepada orang-orang tawanan dan penglihatan bagi orang-orang buta, membebaskan orang-orang yang tertindas dan memberitakan datangnya tahun rahmat Allah" (Luk. 4:16-22).

Dengan pekerjaan Yesus itu, dimulailah suatu zaman baru di mana manusia melihat kehadiran Allah sebagai raja. Jadi pengharapan kita tentang Kerajaan Allah bukan timbul karena kita mencita-citakan sesuatu yang belum ada. Sebaliknya, pengharapan kita berdasarkan apa yang sudah ada, yakni zaman baru hasil pekerjaan Yesus. Pengharapan Kristen adalah merindukan perwujudan dari zaman baru yang telah dimulai oleh Yesus. Zaman itu berlangsung hingga ke masa kini dan akan berlangsung ke masa depan, di mana pengharapan itu akan menjadi kenyataan yang sempurna.

Akan tetapi, adakah dasar bagi kita untuk mengharapkan bahwa di masa depan Kerajaan Allah akan diwujudkan secara sempurna? Ya, karena di masa lampau sudah diperlihatkan bahwa Allah memimpin sejarah seperti menarik suatu garis ke depan. Hal itu disaksikan dalam Kisah Keluaran Umat Israel. Di situ Allah bukan digambarkan sebagai Allah yang bersemayam di suatu tempat yang tinggi, melainkan sebagai Allah yang berjalan bersama-sama dengan umat itu. Ia menuntun perjalanan umat itu dengan sebuah tiang awan. Bahkan la hadir dalam bentuk tiang awan (lihat Kel. 13:21-22).

Dengan begitu, la menjadi Allah yang berada di depan manusia la menjadi Allah yang menarik manusia untuk berjalan terus ke masa depan. la menjadi Allah yang turun tangan dalam urusan-urusan persediaan pangan (urusan ekonomi), perundangan-undangan dan perbudakan (urusan sosial), kebaktian dan hari-hari raya (urusan agama), perang dan pengangkatan pemimpin (urusan politik). Dengan turun tangannya Allah dalam urusan-urusan itu, la menunjukkan diri-Nya sebagai Allah atas segala bidang hidup manusia pada masa itu dan sebagai Allah yang mempersiapkan manusia untuk menghadapi masa depan. Dalam Kisah Keluaran itu, Allah mengajar umat-Nya untuk mempunyai pengharapan atas masa depan. Akan tetapi, pengharapan harus disertai usaha. Dalam kisah Keluaran hal itu pun tampak jelas. Umat itu harus berjalan melintasi gurun selama empat puluh tahun dengan bersusah payah.

Tiap pengharapan menuntut usaha. Demikian pula pengharapan kita akan datangnya Kerajaan Allah. Akan tetapi, justru itulah yang tidak mudah. Setiap hari Minggu kita berseru, "Datanglah Kerajaan-Mu." Namun, apakah usaha kita untuk menampakkan tanda-tanda situasi Kerajaan Allah di pelbagai bidang hidup sehari-hari? Atau tidak usah jauh-jauh, adakah di dalam gereja sendiri tampak tanda-tanda dan keadaan Kerajaan Allah? Jika kita mengharapkan datangnya keadaan Kerajaan Allah, itu berarti kita harus resah terhadap keadaan di mana terdapat praktik praktik yang adalah kebalikan dari keadaan Kerajaan Allah tersebut. Perasaan resah itu harus mendorong kita untuk lebih banyak berusaha.

Pengharapan harus berpijak atas kewajaran, baik kewajaran dalam hal waktu maupun hasil. Dalam pengharapan kita akan Kerajaan Allah, ukuran kewajaran itu bukan terletak di tangan kita, melainkan tergantung dari "kerelaan kehendak" Allah sendiri (Ef. 1:5). Sebab, bukankah Allah sendiri yang akan menyempurnakan perwujudan Kerajaan-Nya (lih. Why. 21). Kita disuruh oleh Yesus untuk meneruskan pekerjaan yang telah dimulai oleh-Nya sambil berpengharapan bahwa la akan menggenapkan pekerjaan-Nya itu secara sempurna.

Antara angan-angan dan pengharapan memang bisa terjadi kekaburan. Akan tetapi adanya dasar, usaha dan kewajaran, menjadikan pengharapan kita akan Kerajaan Allah bukan angan-angan, melainkan pengharapan. Berbahagialah orang yang mempunyai pengharapan dan yang bersedia membayar harga untuk membuat pengharapannya menjadi kenyataan